Diposkan pada Horor

Kenangan Horor di Pabrik Gula

[09.05.2019]

Tinggal di Pabrik Gula (PG) itu menyisakan banyak kenangan.

Kenangan horor! šŸ˜‚

Ini terjadi di PG manapun peninggalan Belanda.

Seringkali aku merasa beruntung dikaruniai ketidaksensitifan terhadap makhluk halus. Karena itu aku bisa tetap santai meski temanku ketakutan. Jadi bukan karena berani yaā€¦ Hanya karena sadar bahwa aku tidak sensitif.

Suatu hari ibuku bercerita, di kompleks perumahan bagian belakang (saat itu kami tinggal di Perumahan PG Banjaratma,  tepatnya bagian tengah), seorang ibu tetangga mengalami kejadian aneh. Rambutnya dipotong saat tidur! Masih lumayan kalau potongannya modis. Lha ini acakadulā€¦

Kemudian cerita ini didapatnya dari seorang ibu mantan tetangga yang pindah ke PG lain. Mereka baru saja ketemuan rupanya. (PG-PG di Jawa Tengah tergabung dalam PTP XV-XVI ~ sekarang PTPN IX~ dimana karyawan-karyawannya sering di-rolling dari satu PG ke PG yang lain). Ibu mantan tetangga itu bercerita kalau dia pernah kehilangan bayinya. Setelah lamaaa dicari, akhirnya bayinya ketemu di belakang lemari!


Mbakyuku menceritakan hal yang lain. Suatu hari dia bersama teman-temannya main-main di dekat rumah kosong. Kabarnya rumah itu sangat angker. (Lha iya, rumah yang ditinggali aja angker, apalagi yang kosongā€¦) Teman-teman mbakyuku ini pada masuk ke halaman dalam rumah itu. Mbakyuku nggak, dia nunggu di luar aja. Ehā€¦ Tau-tau teman-temannya berlarian ketakutan sambil teriak-teriak. Mbakyuku melihat, mereka dikejar sesuatu yang melayang berwarna putih.

Pas bulan puasa, kami teraweh kan yaā€¦ Nah selama teraweh itu ada kalanya kita nggak bisa menahan kentut. Termasuk mbakyuku (aku juga, tentu sajaā€¦). Jadi malam itu saat teraweh mbakyuku kentut, karena itu dia harus berwudhu lagi di luar. Pas wudhu gitu dia dengar suara tawa. (Saat diceritain tentang ini, samar-samar aku ingat iniā€¦ Kayaknya dia bertanya padaku, “Dengar suara orang ketawa nggak?” dan aku menjawab, “Nggakā€¦” Lha memang nggak dengar apa-apa. Kupikir mbakyuku mengada-ada). Abis itu kalau kentut lagi, dia nunggu ada banyak yang keluar berwudhu, takut kejadian yang sama terulang kembali.

Ada juga kejadian yang berkaitan dengan rumah kami. Sebelumnya kami tinggal di rumah kecil, di tengah-tengah kompleks. Bangunannya ‘lumayan baru’. Maksudnya, bangunan ini bukan di bangun di jaman Belanda. Rumah kami yang lama ini tidak terasa angker. At least, nggak pernah kudengar cerita aneh-aneh di situ.

Tahun 1983 kami pindah ke rumah lain, masih di kompleks itu. Rumah ini besaaaar sekali. Juga tinggiiii. Kamarku saja ukurannya 6x6x6 m3. Aku sering melamun disitu, membayang-bayangkan ruang kelasku. Rasanya kamarku lebih gedhe dari ruang kelasku. Jendelanya aja besaaar sekali. Setinggi pintu. Aku sering naik ke ambang jendela, berdiri di sana, dan memegangi teralis sambil berkata, “Tolongā€¦ Tolongā€¦ Aku dipenjara!”. Teralisnya bentuknya memang seperti jeruji penjara.

Konon penghuni sebelum kami sudah menutup rumah rapat-rapat sejak jam 5 sore. Kami lebih malam dari itu.

Oh ya, rumahku ini antara rumah induk dengan area servis terpisah. Rumah induk kotakan besar, dengan 1 ruang tamu besaaar, 3 kamar raksasa, dan 1 ruang keluarga super besar (yang kami satukan dengan ruang makan). Dari rumah induk ke area servis dihubungkan dengan lorong. Di area servis ini ada dapur, gudang, dan beberapa kamar. Ruangan-ruangan di sini jauuuh lebih kecil dari rumah induk. Di depan dapur ada semacam kolah di ruangan terbuka. Itu tempat untuk mencuci baju. Saat itu mesin cuci belum populer.

Cerita horor dimulai di sini.

Sepanjang masa kecil kami, selalu ada ART yang membantu mengurus rumah. Yu Atun adalah ART yang bekerja saat itu.

Suatu hari Yu Atun bertanya pada ibuku, “Ibu tadi malam cuci kaki di depan dapur?”

Ibuku langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Tapi dia menjawab “Yaā€¦” demi Yu Atun tidak ketakutan.

Malam-malam selanjutnya Yu Atun tidur di rumah tetangga bersama ART tetangga. Padahal rumah tetangga itu juga kudengar tidak kalah angker. Kabarnya sering muncul penampakan kepala di bagian belakang rumah itu.

Suatu hari nenekku datang. Beliau diberi kamar yang dekat dengan kamar mandi. Saat masuk kamar mandi, nenekku terkejut karena air di kolah mengombak deras.

Oh ya, kadang-kadang kami berempat (Ibuku dan 3 anaknya) tidur bersama. Kayaknya ini kalau pas ibuku lagi takut saat ditinggal bapakku ke luar kota. šŸ˜‚ Kami tidur di kamar yang dekat kamar mandi itu. Saat itu tengah malam. Ibuku sholat tahajud. Di tengah-tengah sholat, ibuku dengar suara. Segera setelah menyelesaikan sholatnya, ibuku mencari sumber suara itu. Suaranya dari tempat tidur kami. Ibuku sampai masuk ke kolong mencari suara itu, masih dengan rukuh putihnya. Setelah lama mencari dan tidak ketemu, akhirnya ibuku menemukan bahwa sumber suara itu adalahā€¦. adikku! Dia lagi pilek.

Hwahā€¦ Untung aku nggak terbangun karena mendengar bunyi-bunyian aneh: kresek-kresek di bawah tempat tidur. Kalau aku terbangun, melongok ke kolong tempat tidur, dan menemukan putih-putih ngesot, nggak terbayang bagaimana perasaanku.

Yang ini juga tidak terlalu hororā€¦

Malam tahun baru 1984. Ini malam tahun baru terakhir kami di pabrik gula itu, karena bulan Pebruarinya bapakku dipindah ke pabrik lain.
Bapak-Ibuku pergi merayakan tahun baru. Tentu sampai tengah malam kanā€¦ Kami anak-anak ditinggal bertiga di rumah induk.

Aku terbangun malam-malam. Hujan badai! Aku tengok kamar Bapak-Ibuku. Mereka belum pulang! Hujan turun deras sekali, disertai dengan angin yang mendengung seperti lebah. Aku belum pernah mengalami badai seperti itu sebelumnya. Bahkan hingga kini tidak pernah ketemu lagi dengan badai yang seperti itu. Hujan deras, angin yang mendengung, masih ditambah dengan suara lolongan anjing di bawah jendela. Entah anjing siapa. Lengkap sudah kengerian malam itu. Aku baca berbagai ayat yang aku hafal, untuk membuatku lebih tenang. Dan kemudian aku tertidur. Tidak ada kejadian apa-apa.

Paginya aku bercerita pada ibuku tentang kengerian semalam. Ibuku minta maaf tidak berada di rumah saat badai terjadi. Ibuku bilang, yang semalam itu namanya angin kumbang. Aku percaya saja.

Belakangan aku cek menggunakan google, angin kumbang hanya datang pada pertengahan tahun (sekitar bulan Juni), menandai musim pancaroba di sekitar Gunung Slamet. Secara umum dikenal sebagai angin fohn, namun di daerah memiliki nama sendiri-sendiri (angin kumbang, angin gending, angin bahorok, dsb). Angin ini bersifat kering dan panas.

Jadi angin apa yang datang pada malam tahun baru itu?

Ā°Ā°Ā°

Gallery Foto

Kayaknya ini rumahku yang dulu deh… Rumahku yang kedua. Yang horor. Bentuk rumah-rumah di PG beda-beda, tapi ada beberapa yang bentuknya sama. Kalau nggak salah ada 3 atau 4 rumah yang bentuknya seperti ini.

.

Setelah pabrik gula tutup, rumah-rumahnya jadi terbengkalai seperti ini. Nampaknya foto-foto di atas diambil pada saat persiapan pembuatan jalan tol dan rest area.

Foto-foto di atas diambil di https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=670465889745030&id=100003448765496

.

Ini rumahku yang lama, yang pertama kutinggali saat di Banjaratma. Foto didapat dari hasil jalan-jalan di Google Earth. šŸ˜€ Rumah ini nampaknya ‘dibangun baru’, bukan bangunan peninggalan Belanda. Tidak horor kalau menurutku (saat itu, entah kalau sekarang…), beda sama rumah-rumah yang lain. Rumah sebelah yang juga kelihatan di foto ini, adalah rumah peninggalan Belanda. Penampakannya beda kan…

.

Saat ini ex PG Banjaratma sedang disiapkan menjadi rest area yang kabarnya akan menjadi yang paling eksotis. Tentang rest area ex PG Banjaratma bisa dilihat di YouTube-nya pak Ganjar:

Penulis:

Seorang perempuan yang sangat biasa-biasa saja yang suka menulis, kalau lagi pengen.

Tinggalkan komentar