Diposkan pada Gifted, Resensi

Sybil

[09.10.2018]

Masih banyak pemikiran yang keliru mengenai anak gifted, dan bisa jadi pemikiran-pemikiran ini bertolak belakang. Yang pertama, pemikiran yang mengira anak gifted bedanya dengan anak kebanyakan “hanya” pada kecerdasannya saja. Anak-anak ini “hanya” dikaruniai kecerdasan yang lebih saja dibandingkan anak lain. Tanpa penyulit-penyulit dan risiko-risiko yang menempel. Kelompok ini akan berpikir bahwa anak gifted nggak perlu “diurusi”. Cukup digelundungkan saja pasti bisa survive.

Pemikiran yang kedua kebalikannya. Anak gifted itu seperti anak autis. Bahkan ada yang mengira bahwa gifted itu penghalusan dari kata autis. Memang ada tipe anak gifted yang terlihat seperti autis. Tapi beda lah gifted dengan autis. Beda banget…

Tapi yang jelas, apapun tipe-nya, anak gifted itu rentan mengalami stres, depresi, bahkan bunuh diri. Ini mungkin karena mereka hidup di dunia dimana mereka dianggap outlier. Pemikirannya berbeda, perilakunya berbeda. Kebanyakan dari mereka dianggap aneh, meskipun menurut mereka orang-orang di luar mereka lah yang aneh. Mereka jadi sering mengalami bullying. Disamping itu, apa yang mereka harapkan dengan kenyataan pun bisa jauh berbeda karena adanya berbagai kendala. Dan ada berbagai kemungkinan yang lain. Yang jelas anak-anak ini secara emosional memang lebih sensitif dibandingkan dengan anak-anak kebanyakan.

Pernah dengar tentang Sybil? Sybil Isabel Dorset. Gadis dengan 16 kepribadian.

Dia gifted dengan IQ 170. Apa yang dialami Sybil memang sangat traumatis. Sejak batita disiksa oleh ibunya. Hingga patah tulang bahu. Hingga rahimnya tidak bisa berfungsi lagi karena rusak. Dan masih banyak akibat lainnya.

Di usia 20-an, Sybil berobat ke psikiater. Psikiater yang merawat Sybil, dr. Wilbur, menduga ibu Sybil menderita schizophrenia. Tidak bisa dipastikan, karena ibu Sybil sudah meninggal dunia.

Kuatkah Sybil menghadapi siksaan ibunya?

Tentu saja tidak. Pada saat dia merasa tidak kuat menanggung beban, maka kepribadiannya tenggelam, dan tempatnya digantikan oleh kepribadian lain. Dan karena siksaan terus berlanjut sementara trauma belum menghilang, maka bukan hanya 1 kepribadian yang menggantikan tempat Sybil, melainkan sampai 16. Mereka datang tidak bersamaan. Ada yang datang pada saat usia Sybil masih Batita, ada yang saat masa kanak-kanak, ada juga yang saat remaja atau dewasa awal.

Uniknya lagi, ada dua kepribadian yang memiliki jender berbeda, laki-laki. Ada pula dua kepribadian yang selalu datang bersamaan. Yang ini lucu, karena kedua kepribadian ini suka bercakap-cakap. Jadi orang akan melihat Sybil bercakap-cakap dengan dirinya sendiri. Pernah suatu saat di penyeberangan jalan, kepribadian yang satu maunya langsung menyeberang, tapi kepribadian yang lain inginnya sabar menanti jalanan lebih sepi. Tarik-tarikan lah mereka….

Hebatnya, Dr. Wilbur mengenal semua kepribadian ini dengan baik. Dia selalu tahu, kepribadian siapa yang sedang ada dihadapannya, dan menyapanya dengan ramah. Masing-masing kepribadian ini memang punya nama.

Meski raganya hanya satu, tapi penampilan Sybil dan kepribadian-kepribadiannya yang lain sangat berbeda. Selera berpakaian berbeda. Selera menggambar berbeda. Selera musiknya berbeda. Tingkat kepercayaan diri berbeda. Bahkan secara fisik juga berbeda. Kepribadian-kepribadian itu bisa menimbulkan kesan lebih tinggi atau lebih pendek.

Oh ya, terbelahnya kepribadian ini beda dengan kerasukan roh ya… Kalau kepribadian terbelah itu dari dalam diri, kalau kerasukan roh itu dari luar diri.

Terbelahnya kepribadian dulu dikenal dengan nama multiple personality disorder, namun sekarang menjadi dissociative identity disorder.

Pada saat kepribadian lain menguasai dirinya, maka kepribadian Sybil akan tenggelam. Kepribadian lain selalu muncul saat dia tidak tahan menghadapi keadaan. Atau saat ada kejadian yang mengingatkan pada trauma. Jadi ini adalah suatu mekanisme coping yang tidak disadari oleh Sybil. Saat keadaan sudah baik kembali, kepribadian asli kembali lagi. Sybil tidak tahu apa yang terjadi pada saat dia dikuasai kepribadian lainnya. Di mata Sybil keadaan menjadi membingungkan. Karena jam dan hari menjadi tidak berurutan. Lompat-lompat.

Pernah di suatu masa, dia dikuasai kepribadian lain selama 2 tahun. Saat itu pas masa diajarkan dasar-dasar hitungan di sekolahnya. Saat raganya kembali dikuasai Sybil yang asli, Sybil menjadi sangat lemah dalam hitungan.

Kepribadian Sybil akhirnya bisa disatukan setelah konsultasi dan terapi selama belasan tahun dengan dr. Cornelia Wilbur. Dokter Wilbur memberikan keringanan pada Sybil, dengan cara membolehkan Sybil mengangsur biaya konsultasi dan terapi sesuai dengan kemampuannya.

Saat itu Sybil membiayai kebutuhan konsultasi dan terapinya dengan uangnya sendiri. Padahal dia masih mahasiswa. Sybil mengambil kuliah di bidang seni lukis. Gambar-gambarnya memang sangat bagus. Di novelnya, gambar-gambar Sybil saat masih anak-anak ditunjukkan. Terlihat sekali lompatan perkembangannya.

Sybil sebenarnya juga suka musik, tapi dia tidak bisa memainkan piano dengan baik. Sybil mengalami trauma terkait piano. Sybil sering mendengarkan ibunya memainkan piano (ibunya adalah pemain piano yang sangat berbakat). Suatu saat, kala Sybil berusia 2 tahun, Sybil ingin juga memainkan piano itu. Namun saat ibunya mendapatinya memencet-mencet tuts piano, segera dipukulnya dengan keras jemari-jemari Sybil. Sybil juga sering diikat di kursi piano saat ibunya memainkan piano itu. Di kemudian hari, kepribadiannya yang lain yang mengambil alih minat Sybil bermain piano. Kepribadiannya yang lain ini bisa memainkan piano dengan sangat baik.

Dokter Wilbur menerapkan psikoanalisis dan hipnotis dalam menangani kasus Sybil. Secara bertahap. Dan karena kepribadian-kepribadian ini tidak langsung membelah dari kepribadian aslinya Sybil melainkan seperti multi level marketing, maka kepribadian-kepribadian yang yang berasal dari satu induk paling bawah disatukan terlebih dahulu. Setelah beberapa waktu, kepribadian-kepribadian yang tertinggal disatukan berdasarkan induknya lagi, hingga akhirnya tinggal satu kepribadian.

Penyatuannya dengan menggunakan hipnotis.

“Nah, Peggie A dan Peggie B, sudah siapkan kalian untuk menyatu? Nanti kalian akan menjadi satu Peggie,” kurang lebih begitu yang dikatakan dr Wilbur. Dan dilanjutkan dengan kalimat-kalimat hipnotis.

Saat semuanya menyatu, usia Sybil sekitar 38 tahun.

Seiring bersatunya kepribadian itu, Sybil mengalami puber pertama. Bertemu dengan seseorang yang dia cintai.

Bagaimana kisah cinta Sybil?
Bacalah bukunya dan tonton filmnya. 😀
Ceritanya bagus. Apalagi didasarkan dari kisah nyata.

Di kemudian hari, Sybil mengijinkan orang mengetahui nama aslinya: Shirley Ardell Mason. Shirley meninggal karena kanker pada tahun 1998. Dari wawancara terhadap Shirley untuk biografinya, terungkap hal yang indah ini: Shirley lah yang merawat dr Wilbur di akhir-akhir hidupnya. Sejak dr Wilbur terkena serangan stroke hingga meninggal.

Shirley Ardell Mason, The Real Sybil

Oh ya, ini bukan resensi buku maupun film ya… Aku bacanya sudah lama banget, 20 tahun yang lalu. Malas baca lagi…. 😂 jadi mohon dimaafkan andai ada yang tidak sesuai.

Kisah tentang Sybil ini sudah difilmkan juga. Bila mau link-nya japri saja. Oh ya, aku baru nonton filmnya di 34 menit pertama. Sejauh ini bagus. Sepertinya hanya ada sedikit penyimpangan dari novelnya. Di film, Sybil punya pacar di usia remajanya. Namun di novel yang bersumber dari kisah aslinya, Sybil baru mengalami puber pertama setelah berusia 38 tahun.

Penulis:

Seorang perempuan yang sangat biasa-biasa saja yang suka menulis, kalau lagi pengen.

Tinggalkan komentar