Diposkan pada Jalan-jalan, Luar Negeri, Miscellaneous

Tips Selfie

[08.07.2016]

Well,  jangan percaya sama judulnya,  karena yang ada dalam tulisan ini bukan tips-nya. 😀

Aku jarang sekali melakukan selfie. Bahkan jarang juga berfoto biasa. Aku menyadari banget kalau wajahku cuma biasa-biasa saja. Ya biasa lah… Mata ada dua, hidung juga dua (lubangnya!), telinga dua, mulut satu. Biasa banget kan?

Kalau foto dengan teman okelah… Biar ada kenang-kenangan. Eh… tapi dalam suatu even seringkali aku ngumpet biar nggak kefoto. Atau ikut berpose tapi sembunyi di belakang orang tinggi besar.

Tapi rugi banget rasanya kalau kita pergi ke suatu tempat yang indah dan jarang kita kunjungi tapi nggak foto-fotoan di sana. Disitulah aku merasa perlu berfoto. Tetiba lupa pada wajah yang biasa-biasa aja. Yang penting tempat yang indah itu terfoto, dan ada jejak wajahku meskipun cuilik… Hanya sekedar pengingat bahwa aku ke sana bukan hanya dalam mimpi.

Yang jadi masalah adalah ketika kita pergi sendiri tanpa teman. Siapa yang akan motret? Jaman sekarang enak, sudah ada tongsis. Bagaimana dengan jaman sebelumnya?

Ada dua hal yang bisa kita lakukan. Pertama, kita bisa minta bantuan orang lewat yang nggak kita kenal untuk memotretkan. Perlu nyali yang kuat untuk meminta tolong pada orang lewat itu. Apalagi bila bahasa dia berbeda dengan bahasa kita. Risikonya juga tinggi loh… Bagaimana kalau dia malah bawa pergi HP/kamera kita?

screenshot_2019-01-15-10-50-56-092

Menunggu bus di Batu Ferringhi, Penang, 2014. Mintol orang motoin…

Kedua, letakkan HP/kamera di suatu tempat. Perlu cari angle yang tepat sambil berimajinasi kita ada di suatu titik tertentu. Setelah itu setel timer, lari ke titik tertentu itu, tersenyum, mecucu, atau pose lain yang kita inginkan. Ini juga perlu nyali tinggi, terutama kalau ada orang lain di sekitar yang melihat kita berpose sambil senyum-senyum sendiri. Juga berisiko karena kita meninggalkan HP/kamera kita di suatu tempat yang agak jauh dari kita. Gimana kalau ada yang nyaut?

screenshot_2019-01-15-10-51-57-774

Foto ini diambil di Cactus Garden, Changi, 2014. Indah sekali kebun ini… Sayang bila nggak diabadikan. Setelah mencari-cari, aku menemukan tonjolan untuk meletakkan HP-ku. Agak susah juga membuatnya stabil berdiri. Untungnya saat aku ambil gambar nggak ada orang sama sekali di sekitarku.

.

screenshot_2019-01-17-18-47-03-402

Kalau yang ini di suatu hotel di Batu Ferringhi, Penang. Kursinya lucu sekaliii… Pengen banget ada yang memotretku pas duduk di situ. Karena nggak ada ya sudah deh, foto sendiri saja… Tapi ternyata susah sekali menemukan tempat untuk meletakkan HP. Aku sampai menggotong-gotong meja demi tercapainya misiku. Tentu setelah selesai mejanya aku kembalikan ke tempat semula. Ada satu-dua orang di sekitar situ. Entah apa yang dipikirnya saat melihat kelakuanku. 😂😂😂

Jadi, kita mesti berterima kasih pada penemu tongsis, atau monopod bahasa kerennya, yang sangat mengurangi keribetan-keribetan itu. Juga penemu kamera depan, yang membantu kita untuk bisa melihat seperti apa gambar yang akan kita foto.

Meski demikian, aku nggak suka pakai kamera depan buat selfie/wefie. Pertama, space-nya kurang lebar. Kedua, di HP-ku pixelnya jauuuuh lebih kecil dari kamera belakang. Lebih jelas kamera belakang jadinya! Ketiga, semua yang terpotret akan terbalik kiri-kanannya. Kalau ada tulisannya, maka kita perlu bantuan cermin untuk bisa membaca apa yang tertulis di foto itu. Kecuali bila kita sudah seahli Hawkeye dan Amy dalam membaca tulisan terbalik. 😀 Alasan ketiga ini terpatahkan di kemudian hari,  ketika aku menemukan ‘tombol’ untuk membuat foto tidak terbalik saat selfi. Jauuuuh setelah foto-foto ini dibuat.

screenshot_2019-01-15-10-53-01-015

Ini hasil selfie-ku saat di Burger King, KLIA, 2016. Bisa lihat tulisan yang terbalik kan?

Jadi aku selalu pakai kamera belakang, bahkan saat pakai tongsis. Perlu trial and error memang, untuk bisa mengepaskan gambarnya, karena kan kita nggak bisa lihat apa yang akan difoto. Seringkali nggak sekali jadi sih. Ambilan pertama sekedar mencoba (sukur-sukur jadi…), ambilan dua atau tiga untuk penyempurnaannya. Dari hasil ambilan pertama, kita hanya perlu mengubah sudut kemiringan kamera. Sederhana sebetulnya…

Tapi caraku ini membuat seorang profesor dari Korea heran. Saat itu kami sedang mau wefie rame-rame waktu jalan-jalan di Linh Ung Pagoda, Da Nang, Vietnam, 2016.

“You can’t take a picture by that way! You can’t see what you will take! How do you know you take the right angle?”

“I have a good feeling, Prof… and maybe we need a little bit trial and error…” jawabku.

Saat itu kami sedang menghitung mundur ceklekan kamera. Aku memang pakai timer karena kebetulan kabel tombolnya nggak jodoh sama HP-ku. Eh… si Profesor ternyata nggak bisa menahan rasa ingin taunya. Dia ke depan mau lihat gambarnya pas apa nggak. Kami semua teriak, “Prooooof!” tapi kemudian terdengar bunyi cekrek tepat ketika si Profesor sampai depan. Hihihi… Gatot deh…

screenshot_2019-01-15-10-53-34-198

Don’t go away from us, Prof… Barisan bisa bubar jalan… 😂😂😂

Tapi kemudian ada peserta lain yang mau motretin. Ya sudah deh, nggak jadi unjuk gigi tentang bagaimana bagusnya feelingku. 😛

screenshot_2019-01-15-10-54-06-868

Difotoin orang lain nih…

Yang susah adalah memotret obyek yang tinggi dalam jarak dekat. Trial n error-nya mesti berkali-kali! Kan kita harus memperhitungkan sudut pengambilan, nggak bisa lurus seperti saat mengambil gambar biasa. Kalau mau nekat ambil lurus, obyeknya pasti terpotong… Seperti misalnya saat mengambil gambar patung Bodhisattva of Mercy ini. Patung ini merupakan patung tertinggi di Vietnam, dengan tinggi 67 m, letaknya masih satu lokasi dengan Linh Ung Pagoda. Lumayan pegel juga ngepas-ngepasinnya…

screenshot_2019-01-15-10-54-33-419

Di depan patung Bodhisattva of Mercy , Vietnam, 2016.

Lebih susah lagi saat mau ambil gambar di depan Menara Petronas. Menara ini tingginya 452 m. Aku yang memiliki aerophobia, nggak berani berlama-lama melihat ke puncak menara. Rasanya seperti mau jatuh! Aku berada di tamannya saat ambil gambar ini. Dan tamannya tentu ada batasnya. Ada pagarnya. Sebelah sananya pagar adalah jalan besar. Sebelum pagar ada kolamnya. Jadi aku tidak bisa berdiri melebihi kolam itu, kecuali kalau mau kecebur! 😀

Untungnya tongsisku lumayan panjang. Jadi aku panjangin sampai pol agar bisa menjangkau si menara dari atas sampai bawah. Ngepasinnya lama banget! Perlu berkali-kali ambilan. Untung kamera di jaman sekarang ini bisa langsung dilihat hasilnya ya… Coba kalau pakai kamera jaman dulu… Hihihi…

screenshot_2019-01-15-10-55-07-605

Akhirnya berhasil juga!

Biarlah rada-rada berantakan, yang penting aku punya kenang-kenangan pernah mengunjungi tempat itu.

#traveling_nina

Penulis:

Seorang perempuan yang sangat biasa-biasa saja yang suka menulis, kalau lagi pengen.

Tinggalkan komentar