Diposkan pada Jalan-jalan, Luar Negeri, Vietnam

Pesan Manis dari Koki Manis

[24.06.2016]

Aku bukan termasuk orang yang suka posting makanan yang mau dimakan, meski katanya itu ciri orang Indonesia. Pernah liat meme yang menggambarkan kalau orang Amrik mau makan ritualnya kayak gini, orang Arab kayak gitu (tentu berkaitan dengan berdoa) eh, giliran orang Indonesia ritualnya adalah motret makanan sambil senyam-senyum?

Tapi sungguh, kali ini pengen banget aku motret makanan di hadapanku. Ada cerita menarik di balik berkelimpahan makanan ini… Alhamdulillah… (Ah… alasan!)

Beberapa hari ini aku menginap di Da Nang, Vietnam, untuk menghadiri suatu acara. Vietnam adalah negara dengan mayoritas penduduk (sekitar 45%) menganut kepercayaan asli yang belum tercatat sebagai agama di dunia. Sekitar 12% berikutnya adalah Buddha, diikuti oleh agama-agama lainnya yang prosentasenya jauuuuh lebih kecil lagi. Hanya ada sekitar 75000-an muslim di sini, dari sekitar 90 juta penduduknya.

Tren keren wisata syariah belum merambah ke sini. Berbeda dengan beberapa negara non muslim dunia yang mulai melengkapi diri dengan kebutuhan-kebutuhan kaum muslim untuk bisa menarik perhatian turis muslim.

Makanan di sini terkenal enak dan murah. Tapi sayang… hampir semuanya mengandung babi (maaf buat teman-teman penggemar babi. Ini hanya karena aku nggak diperkenankan mengkonsumsi daging ini saja). Jadi pernah di suatu acara di malam hari, aku hanya bisa memandangi orang-orang yang makan loenpia mini dengan mencolek-colekkannya di atas suatu saos. Pengeeeeennnnn… Betul, kelihatannya enak sekali tuh! Apalagi aku kan penggemar loenpia… Jadi aku buru-buru pulang sebelum air liurku menetes. Tentu sambil membayangkan loenpia di depan Gardena yang sering aku beli itu…

Sekarang masalah pagi dan siang.

Konferensi ini diselenggarakan oleh suatu asosiasi ilmuwan dunia di bidang bisnis dan manajemen, yang berpusat di Korea. Anggota dewannya dari berbagai negara di dunia, namun sebagian besar motor penggeraknya adalah ilmuwan Korea. Korea tidak jauh berbeda dengan Vietnam dalam hal agama. Maksudnya prosentase muslimnya hanya sedikiiiit sekali. Ketika mereka tidak aware dengan kebutuhan umat muslim, bukan berarti mereka tidak toleran melainkan karena mereka tidak tau. Balik ke Vietnam, banyak orang yang kutemui di sini yang baru dengar tentang Islam.

Nah, karena konferensi ini diselenggarakan di bulan puasa, tentu aku kehilangan kesempatan untuk menikmati coffee break dan lunch break. Iseng aku bertanya pada panitia, bolehkah aku membungkus beberapa makanan yang disajikan saat lunch break? Aku jelaskan bahwa aku muslim dan saat ini sedang menjalankan ritual agama dimana hanya diperkenankan makan setelah sunset. Dan ternyata boleh, saudara-saudara… Mereka mengambil clingwrap. Seorang panitia paham bahwa kami tidak mengkonsumsi babi, dia menunjukkan mana-mana makanan yang tidak mengandung babi dan bahkan membungkuskan itu untuk kami. Tentu kami harus menutup mata dengan kemungkinan bahwa semua perabotan pernah dipakai untuk mengolah atau menyajikan masakan yang mengandung babi.

Bagaimana dengan penginapanku?

Hostel tempatku menginap meskipun murah tapi itu sudah termasuk makan pagi gratis untuk tetamunya. Karena aku berpuasa, aku tanya pada resepsionis (saat memesan online) apakah aku bisa mendapatkan sarapan itu lebih awal. Malam sebelumnya nggak papa wes, kan aku bisa arrange sendiri itu makanan… Resepsionis bilang, aku bisa tanyakan itu pada koki saat aku sudah di penginapan.

Kemarin pagi aku menghubungi kokinya. Aku diberi sarapan pagi yang bisa kusimpan dalam kulkas untuk kukonsumsi setelah Maghrib. Kupikir nggak papa juga bila aku dapat sarapan dengan cara begini. Aku tetap bisa mendapatkan hakku namun tidak merepotkan orang lain.

Eh… siangnya sepulang dari kampus seorang perempuan muda yang manis dan energik menungguku. Nampaknya dia kepala koki. Dia menanyakan apakah aku keberatan jika dia siapkan makan sarapanku malam sebelumnya. Ini sesuai dengan permintaanku saat pesan online dulu sebetulnya, namun aku sudah menemukan cara yang nyaman yang nggak merepotkan banyak pihak seperti yang kuceritakan di atas itu. Apalagi mengingat koki hanya stand by dari pukul 07.30-10.00.

Jadi aku bilang, nggak masalah bagiku untuk memakai cara paginya. Ambil di pagi hari untuk dimakan di malam hari. Tapi dia benar-benar berkeras. Dia bilang dia nggak bisa membayangkan aku harus repot mencari makan di pagi buta untuk sarapan. Jadi… akhirnya aku menyetujui usulnya itu.

Sepulang dari pantai aku mendapatkan “kejutan” di dalam kulkas: sepiring makanan bertuliskan namaku disertai pesan singkat penuh persahabatan… Wow…

Hidangan berbuka puasa

Jadi inilah hidangan buka puasaku… Cereal cornchip + yoghurt + pisang dan jus jeruk jatah sarapan pagiku, ditambah dengan nasi goreng sayur, plus jagung rebus berempah hasil membungkus dari acara di kampus. Sangat tidak padu. Hihihi… Biarlah! Tapi porsi segitu tentu terlalu banyak untukku…

Hidangan sahur

Dan ini yang untuk sahur, masih terbungkus rapi komplit dengan pesan manisnya.

#traveling_nina

Sumber meme:
https://humormaman.wordpress.com/2013/12/29/ritual-makan-di-berbagai-negara/comment-page-1/

Penulis:

Seorang perempuan yang sangat biasa-biasa saja yang suka menulis, kalau lagi pengen.

Tinggalkan komentar