Diposkan pada Jalan-jalan, Luar Negeri, Singapura

Travelschooling

[05.08.2015]

Memang apa yang kami lakukan kemarin itu berlabel “jalan-jalan”. Tapi tentu ada banyak hal yang bisa Amas dan Ade pelajari dari situ. Dalam bahasa kerennya, mereka belajar dengan metode experiential learning.

Apa saja yang bisa dipelajari? Banyak! Dari berbagai proses yang dilalui sejak pemberangkatan: boarding, imigrasi, dsb, sampai pulang kembali ke Jogja. Bagaimana nyamannya bandara Changi, lumayannya bandara Senai, dan nggak siapnya bandara Adi Sucipto sebagai bandara internasional. Amas sempat juga ngomel-ngomel pas ngantri pemeriksaan imigrasi saat balik di Jogja, “Mengapa sih harus diperiksa lagi, bukankah kita kembali ke negara sendiri?”

Ade, yang nampaknya ada ketertarikan pada sains, senang sekali memperhatikan sayap pesawat. Bagaimana sayap itu digerak-gerakkan untuk memecah angin ketika take off dan landing, dan kadang-kadang saat berada di atas. Sepanjang perjalanan kalo nggak pas bobok, dia banyak melontarkan pertanyaan tentang itu. Untung dia duduk dekat si Bapak! 😀 Ade bahkan bertanya mengapa sayap pesawat bentuknya berbeda antara pesawat pertama dan kedua yang kami naiki. Kami nggak perhatian tentang itu, tapi setelah kami lihat di foto, bentuk ujung sayap pesawat itu memang berbeda.

Sayap pesawat yang dipertanyakan Ade

Ada juga pelajaran tentang peta buta. Saat kita semakin ke atas, daratan menjadi seperti yang terlihat di Google Map. Sayang di situ tidak ada tulisan macam Gunung Merapi, Merbabu, Semarang, Medan, dsb. Siapa ya yang mau nulisi? Hihi… Amas jadi tau, bahwa pilot mesti hafal jalan yang dilalui. Kita sih nggak perlu hafal peta buta, tapi kalo mau asik juga nampaknya, jadi bisa menebak-nebak kita sampai mana saat itu.

Ngeliat daratan seperti di Google Map. Sayang nggak ada tulisan “Gunung Merapi”-nya.

Anak-anak juga belajar mata uang beberapa negara yang kami masuki: SGD dan MYR, dan bagaimana penerapannya dalam berbelanja. Bahwa kita mesti mempertimbangkan layak tidaknya sesuatu itu kita beli dengan memperhatikan tingkat kebutuhan dan juga harganya. Kita perlu juga me-rupiah-kan harga-harga barang itu dalam pertimbangan pembelian agar tidak terkecoh dengan sedikitnya digit mata uang itu sehingga barang-barang dirasa murah.

Perilaku masyarakat negara lain juga bisa menjadi obyek pembelajaran. Yang menonjol tentu saja bahwa orang-orang di Singapura itu jalannya cepat sekali dan nampak bahwa mereka punya tujuan yang jelas. Ini tidak banyak kami temui di negara tetangganya yang hanya berjarak beberapa menit dari situ dan tentu juga negara sendiri.

Sistem transportasi adalah hal lain yang asik juga untuk diperbincangkan. Mereka bisa merasakan sendiri bagaimana teraturnya sistem transportasi di Singapura, bagaimana bedanya dengan Malaysia dan… Indonesia.

Hari kemerdekaan Singapura tanpa sengaja menjadi topik pembicaraan. Saat kami ke sana, persiapan peringatan kemerdekaan sudah terasa. Dimana-mana ada tulisan SG50. Bahkan juga di anjungan Singapura di Miniland Legoland! Negara sekecil itu, yang bahkan lebih muda dari Indonesia, bagaimana bisa menjadi “besar” di mata orang-orang?

SG50 pun terlihat di anjungan Singapura di Miniland Legoland, Johor Baru, Malaysia. Cobalah zoom, ada 2 tulisan SG50 di situ…

Topik yang sedikit berat muncul saat kami jalan-jalan ke Merlion Park. Taman itu indah bener… Ada banyak ikon wisata betebaran di sekitar situ. Esplanade, Singapore Flyer, Marina Bay Hotel, dan tentu patung Merlion besar dan kecil. Tapi Amas perlu tau apa yang sesungguhnya terjadi. Bahwa pemerintah Singapura sudah sejak tahun 70-an melakukan proyek reklamasi pantai, yang diantaranya diterapkan juga di Marina Bay. Proyek penambahan daratan ini dilakukan antara lain dengan mengurug pantai dengan pasir-pasir dari Indonesia. Bahkan ada satu dua pulau di Kepulauan Riau yang nyaris tinggal nama saja setelah daratannya diambil pasirnya selama berpuluh-puluh tahun. Dampak lain dari reklamasi ini adalah semakin bergesernya zona ekonomi eksklusif yang aslinya adalah 200 mill laut dari titik pantai terluar. Tentu perbatasan Singapura-Indonesia tidak memakai ini karena jarak antar keduanya tidak ada 400 mill. Untuk negara-negara seperti ini ada perjanjian tertentu. Dengan bertambah luasnya daratan Singapura, tentu akan mengaburkan batas wilayah Singapura dengan Indonesia.

Merlion Park

Jalan-jalan ke luar negeri tentu bukan untuk membuat kita hanya mengagumi kemajuan yang dicapai negeri orang. Jalan-jalan ke luar negeri mestinya membuat kita semakin cinta pada negara kita. Semakin sadar pada potensi yang sebetulnya kita miliki.

#belajar_bisa_dimana_saja
#tentang_amas
#tentang_ade

Penulis:

Seorang perempuan yang sangat biasa-biasa saja yang suka menulis, kalau lagi pengen.

Tinggalkan komentar