Diposkan pada HIV & AIDS, Kesehatan

Dia Pengidap AIDS? Darimana dia dapat?

[01.12.2009]

Saat itu, aku duduk di pengajaran di kampusku. Asyik membaca buku. Seorang kolega mendekati, kemudian bertanya, “Baca buku apa?”

“Buku tentang Suzana Murni, Pak. Seorang aktivis dan juga pengidap AIDS. Perempuan hebat!” jawabku, sambil menunjukkan buku berjudul “Suzana Murni, Lilin Membakar Dirinya” karya Putu Oka Sukanta.

“O…” jawabnya pendek, kemudian duduk di sebelahku. Kemudian lanjutnya, “Dia kena karena apa?”
“Dia tidak menjelaskan dalam buku ini,” jawabku.

Wajahnya kemudian memancarkan ekspresi yang nampaknya bisa aku tebak. Ekspresi kecurigaan!

Di lain kesempatan, saat aku menjalani suatu kegiatan di luar kota, ada tugas untuk menulis tokoh yang dikagumi. Aku tidak bisa menulis tentang Pangeran Diponegoro, Bung Karno, atau Pak Harto. Aku inginnya menulis sesuai dengan hatiku. Ada sedikit keinginan untuk menulis tentang Bung Hatta, tapi tidak banyak info yang aku tahu. Jadi aku tulis tentang Suzana Murni, karena aku benar-benar mengaguminya. Meski beberapa teman kemudian bertanya, “Siapa sih Suzana Murni itu?”

“Dia aktivis AIDS, dan juga pengidap AIDS,” jawabku pada seorang teman saat acara santai.

“Cerdas, dan pantang menyerah. Dalam kondisi sakit serius, dia masih bisa memberikan speech pada Konferensi AIDS di Australia. Isi speech-nya sendiri juga memukau banyak orang, hingga banyak orang meneteskan air mata, dan terbakar semangatnya.”

“Dia kena AIDS darimana?” tanyanya.

“Apa itu penting?” aku balik bertanya.

“Penting banget!” jawabnya ngasal. “Kita harus tahu itu, untuk pelajaran bagi kita, darimana AIDS menular. Jangan sampai kita melakukan hal yang sama dengan dia.

“Kamu sudah tahu belum bagaimana penularan AIDS?” aku balik bertanya.

“Ya sudah dong. Lewat hubungan seksual to? Dari jarum suntik juga bisa.”

Ya gene… Jadi pentingkah bagimu untuk tahu darimana dia tertular AIDS?”

“Penting…. Penting banget!” Jawabnya ngotot.

Itu hanya beberapa cerita, dari pengamatanku terkait dengan reaksi orang terhadap pengidap AIDS (biasa disebut ODHA–orang dengan HIV/AIDS). Ada curiousity darimana ODHA tertular. Untuk apa?

AIDS membawa stigma. Ada keyakinan dari sebagian besar masyarakat, bahwa AIDS adalah penyakit kutukan. Orang yang terkena AIDS adalah orang-orang yang berdosa. Ketika kemudian muncul banyak bukti bahwa AIDS bisa menyerang siapa saja, stigma ini tetap dipertahankan. Hasilnya? Muncul pengkotak-kotakan. O… dia dapat AIDS dari transfusi. Dia orang baik-baik. O… dia dapat AIDS dari suaminya yang suka jajan. Karena dia istri yang setia, mari kita masukkan dalam kelompok orang baik-baik. O… dia pekerja seks. Dia layak terkena, itu adalah hukumannya. O… jadi dia melakukannya dengan pacarnya? Salahnya sendiri! O… dia pake narkoba? Sudah sepantasnyalah! Dan masih banyak “O…” yang lain.

Begitulah! Jadi curiousity itu untuk menentukan dalam kotak mana ODHA akan ditempatkan. Secara tidak langsung, hal ini kemudian terkait juga dengan bentuk diskriminasi yang akan didapat ODHA. Dalam kotak “orang baik-baik” ODHA tetap saja mendapatkan diskriminasi, tapi lebih lunak dibandingkan dengan ODHA yang masuk dalam kotak “orang yang pantas mendapatkan”.

OMG, apakah kita berhak untuk memberi hukuman seperti itu? Bahkan ada oknum dari suatu kelompok bernuansa agama, yang berpendapat, “… pengidap AIDS itu harus dikarantina, agar dia tidak menularkan kepada orang lain…”

Hari gini, di tahun 2000-an, masih ada yang berbicara soal karantina! Tidakkah dia tahu bahwa itu melanggar hak asasi manusia? Tidakkah dia tahu bagaimana AIDS menular?

Suzana sendiri selalu menjawab, “Jika ada ular masuk ke rumah kita, mana yang lebih penting kita lakukan? Mencari tahu darimana ular itu berasal, atau menyelamatkan keluarga kita agar tidak digigit ular?”

Penulis:

Seorang perempuan yang sangat biasa-biasa saja yang suka menulis, kalau lagi pengen.

Tinggalkan komentar